Selasa, 11 November 2008


Hidup Seperti Angka 1 dan 0


Hidup ini mungkin seperti angka 1 dan 0.
Adakalanya kita harus berdiri, beraksi dan menempatkan posisi.

Adakalanya juga kita harus berdiam diri, bertafakkur, dan merumuskan rencana-rencana. Seperti juga air laut, ada pasang ada surut, kadang tenang, kadang juga bergelombang.
Berdiam dan beraksi adalah wujud totalitas aktualisasi citra diri, sebagai upaya menciptakan ruang artikulasi, dengan apa dan cara bagaimana kita hendak menyelesaikan setiap persoalan . Karena hidup memang lebih berwarna-warni justru karena banyaknya persoalan yang timbul tenggelam.
Lalu setelah itu kita butuh jeda waktu untuk sekadar merenung, berhalaqah, mengaji bersama untuk menemukan gairah baru. Merumuskan kesadaran baru dengan seperangkat rencana yang lebih konseptual. Untuk itu kita perlu ‘melingkar’ bersama, saling mengisi dan berbagi, menyambungkan nalar dan hati kita.
Duduk melingkar dan bertafakkur adalah gambaran nyata kebutuhan kita akan dialektika kesadaran. Sebagai jeda, spasi (jarak) dalam gramatika arus lalu-lintas komunikasi verbal yang makin hari makin ruwet saja. Betapa tidak, memori kita selalu dipaksa mengingat sesuatu yang kadang tidak selalu perlu. Juga menjadi terbiasa untuk merekam peristiwa yang lebih ‘keji’ dan ‘sadis’ dari peristiwa sebelumnya. Tragedy hari ini akan segera sirna dari medan persepsi kita, karena pasti akan tergantikan dengan tragedy lain yang lebih mengerikan.
Sialnya lagi, diam-diam kita telah menganggap kengerian-kengerian itu sebagai sesuatu yang ‘nikmat’ untuk disimak! Perlahan namun pasti, arus waktu telah menyeret dan menghanyutkan nurani kita. Dengan cara apa kita sering bertindak, dengan nilai-nilai apa kita tergerak?

Tidak ada komentar: